Friday, September 19, 2014

AMERIKA, SENI, DAN CERITA KECILKU [2] / AMERICA, ART, AND MY SMALL STORY [PART 2]

1234567

AMERIKA, SENI, DAN CERITA KECILKU [2]

Ada sesuatu yang meledak di dalam diriku ketika aku sampai di depan museum National Gallery of Art di Washington DC itu. Aku tak tahu pasti apa. Entah kepalaku, entah dadaku, entah pikiranku, entah perasaanku, entah kegiranganku, entahlah.
Yang aku tahu aku terperangah di hadapan gedung yang dirancang oleh arsitek termasyhur I.M. Pei itu.


Patung besar karya Henry Moore itu menghentikan langkahku. Aku ingat aku pernah melihat gambar patung ini dalam buku-buku yang kupinjam di perpustakaan kampus ASRI/ ISI di Yogyakarta dulu. Sekarang patung itu berdiri menantangku dengan gagahnya! Aku perlu waktu untuk menikmati patung besar ini, pikirku. Aku ingin mengelilinginya, melihatnya dari berbagai sudut pandang.

“Let’s go in Yuno!,” kata istriku Mardi tiba-tiba. Suaranya menyentakku dari keasyikanku dan keterperangahanku memandangi karya Pak Henry itu.

“Okey, okey,” kataku sambil bergegas menyusulnya menuju pintu masuk museum besar itu.

Mardi dan aku masuk melalui pintu museum yang berputar. Setibanya di dalam, penjaga keamanan mengatakan bahwa tas yang dibawa Mardi perlu diperiksa dulu. Mardi menyerahkan tasnya kepada penjaga itu, sementara mataku menyapu bagian dalam museum.
Aku tambah melongo! Ini baru museum! kataku dalam hati.
Karya yang paling mencolok di tengah ruang megah gedung museum itu adalah patung bergerak karya Alexander Calder. [lihat gambar] Patung berwarna merah biru hitam itu tergantung dengan cantiknya dari langit-langit gedung yang tinggi itu. Dan patung itu bergerak berputar perlahan-lahan.


“Ayo Yuno!,” ajak Mardi lagi. Dia ingin kami segera masuk ke dalam ruangan galeri. Aku mulai merasa bahwa Mardi tampaknya tidak ingin aku berlama-lama berada di satu tempat.

Lagi-lagi aku terperangah ketika kami berada dalam ruangan galeri lukisan itu. Aku takjub, terpesona dan juga terharu. Betapa tidak, inilah pertama kalinya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri lukisan-lukisan para empu yang selama di Yogyakarta hanya dapat kulihat gambarnya di buku-buku.
Ada lukisan Cezanne, Picasso, Matisse, Van Gogh, Dubuffet, Pollock, Rothko, Roy Lichtenstein, Andy Warhol, dan banyak lagi! Gila! Aku benar-benar dibuat melongo. Rasanya aku kenal orang-orang ini, seniman-seniman ampuh ini. Nama-nama mereka telah sering kuucapkan dalam diskusi-diskusi larut malamku dengan kawan-kawanku di ASRI.


Aku terkagum-kagum berdiri di depan lukisan besar Picasso Family of Saltimbanques (1905). Ada rasa haru juga dalam hatiku melihat kanvas dan cat lukisan itu. Hmm…Picasso dulu menggerak-gerakkan tangannya dan menyapukan kuasnya ke atas kanvas ini!
Tapi lagi-lagi Mardi mengajakku untuk terus bergerak, jangan terlalu lama berdiri di depan satu lukisan. Dia tampak tidak santai. Mungkin dia sudah sering melihat lukisan-lukisan ini, pikirku. Atau mungkin juga perasaannya tidak setertarik perasaanku dengan lukisan. Dia memang seorang penari, bukan pelukis.

Lukisan demi lukisan kami lewati terlalu cepat. Galeri demi galeri. Luar biasa!








Lihatlah lukisan Van Gogh itu! Lihatlah lukisan Matisse itu! Lalu lihatlah lukisan besar Rothko ini! Wah, Rothko..
Di hadapan lukisannya aku menghela nafas panjang….Disini aku terpaku…..dan terharu…
Ingatanku langsung saja terbang ke Yogya! Teringat olehku sahabatku di ASRI MH Agus Burhan, yang kini sudah menjadi seorang doktor dalam bidang sejarah seni rupa Indonesia. Teringat olehku obrolan-obrolan larut malam kami tentang pelukis Rothko ini dan karyanya. Kami memang mengagumi bentuk visual karya-karya Rothko dan kedalaman isinya.


Ah, begitu banyak lukisan untuk dilihat, dan begitu pendek waktu terasa. Apalagi Mardi terus mengingatkanku untuk “keep moving”…terus bergerak…
Aku harus kembali sendirian, kataku dalam hati.


Maka sejak hari itu, jadilah museum-museum dan galeri-galeri di kota Washington DC sebagai tempat mainku, sebagaimana layaknya halaman belakang rumahku sendiri!
Dulu di Yogyakarta aku belajar seni rupa Barat di dalam kampus, tapi sekarang aku belajar dari melihat langsung karya-karya para empu itu!

Nikmat.

[Bersambung]

***

Yuno Delwizar Baswir, Washington DC, USA, 19092014
Salam Damai dan Kasih untukmu Semesta
Jaga Bara!


1234567

No comments:

Post a Comment