Sunday, September 21, 2014

MEMBACA KARYA: 'Family of Saltimbanques' (1905) oleh PICASSO

1234567
MEMBACA KARYA: 'Family of Saltimbanques' (1905) oleh PICASSO
Aku pernah mengutip ungkapan yang mengatakan bahwa 'Keindahan itu terletak di mata orang yang melihatnya.'
Saat berhadapan dengan sebuah karya seni, tiap orang membawa pengalaman dan latar belakangnya sendiri bersamanya. Lain kepala lain pikirannya. Lain hati lain pula perasaannya. Tiap orang memiliki pengalaman yang berbeda.
Mari kita lihat kembali karya Picasso[25 October, 1881, Málaga, Spanyol -
8 April, 1973, Mougins, Perancis] yang berjudul Family of Saltimbanques (1905). Seperti kita tahu, Picasso adalah salah seorang tokoh/seniman paling terkenal abad 20. Lukisan ini menggambarkan sekelompok pemain sirkus yang selalu mengadakan tur pertunjukan di kota-kota yang berbeda.
Kita semua sepakat bahwa lukisan tersebut adalah sebuah lukisan yang indah. Tapi tahukah kita apa yang menggerakkan Picasso untuk membuat lukisan itu? Apa tujuannya? Apakah dia hanya sekedar tertarik pada bentuk figur-figur tersebut yang memang artistik, bagaikan sudah artistiknya figur-figur perempuan penari kita dengan kostum mereka yang berwarna-warni itu? Atau, apakah melalui tokoh-tokoh dalam lukisannya, dia ingin mengatakan sesuatu yang dalam tentang Manusia dan kehidupannya? Disini kita bergerak memasuki pintu menuju makna karya seni. Akankah kita temui pula keindahan di situ?
Kemarin di internet aku menjumpai cuplikan karya Penyair Bohemian Austria Rainer Maria Rilke. Apa yang ditulisnya membuktikan bahwa memang keindahan itu terletak di mata orang yang melihatnya. Sebagai seorang penyair yang luar biasa, pembacaan Rilke terhadap karya Picasso itu sangat dalam. Dia menarik makna lukisan itu ke eksistensi atau keberadaan manusia di alam semesta ini.
Mari kita baca 2 paragraf yang sudah saya terjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia :
Penyair Bohemian Austria Rainer Maria Rilke (1875-1926) terinspirasi oleh lukisan ini ketika ia menulis bagian kelima dari sepuluh eleginya yang berjudul Duino Elegi (1923). Rilke menggunakan figur-figur dalam lukisan Picasso sebagai simbol "aktivitas manusia ... selalu bepergian dan tanpa tempat tinggal tetap, hidup mereka bahkan tampak lebih singkat daripada hidup kita, kehidupan singkat yang sering kita keluhkan."
Lebih jauh, meskipun lukisan Picasso menggambarkan tokoh-tokoh dalam lanskap gurun yang terpencil, Rilke menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang berdiri di "karpet yang tipis" untuk mengindikasikan "kesepian dan keterkucilan Manusia di dunia yang tak dapat dipahami ini, menjalankan profesi mereka dari masa kanak-kanak sampai mereka mati sebagai mainan sebuah ‘kehendak yang tidak diketahui’[unknown will] ... sebelum sesuatu yang murni yang terlalu sedikit mereka miliki, berlalu menjadi sesuatu yang 'teramat sangat kosong atau hampa. ' "
(en.wikipedia.org)
Dalam dan indah apa yang ditulis Rilke. Tapi itukah yang ada dalam benak Picasso ketika dia melukis lukisan ini? Itukah tujuan Picasso? Jawabnya mungkin tidak! Eh, mungkin juga ya...
Apa yang ada dalam benak teman-teman ketika melihat gambar lukisan ini sebelum membaca tulisan ini? Bagaimana teman-teman menikmati karya ini sebelum ini?
*
ydb, washington dc, usa, 21092014
salam damai dan kasih untukmu semesta
jaga bara!
1234567

1 comment: