Wednesday, October 8, 2014

MEMBACA KEMBALI: SAJAK BENCANA FARIDA (2004)

~sajak ini kutulis persis 10 tahun lalu tgl 7 oktober kemarin -ydb
____________________________________________________

SAJAK BENCANA FARIDA

Farida. Farida.
Namamu manis bunyinya.

“Jauh sudah kutinggalkan Bima.
Sampai lupa aku baunya.”

Tak tertahan rindu anaknya.
Emang Amerika menjanjikan apa?

“Aku perlu kerja, karena aku gadis merana.”

Didatanginya Paman Garuda.
Wah, tegaknya gagah perkasa.

“Cakarmu senjata. Sayapmu slalu terbuka. 
Lindungi aku dari kuasamurka!”

Farida. Farida.
Alangkah naifnya!
Lihat tapaknya penuh luka, dikoyak kaca jalanan kota.
Ini New York, tahukah Dinda?

“Aku perlu kerja. Kini aku dianiaya. Di atas tubuhku mereka berpesta.
 Jiwa rapuhku jadi sandera. Paman Garuda lupa dirinya.”

Farida. Farida.
Semalang itukah nasibnya?
Lenyap senyum dari wajahnya.

Terkenang tanah Sumbawa.
Ah, sawah hijau pohon kelapa.
Damai nian kini rasanya.

“Memang ku perlu kerja, Kakanda.
Tapi berilah aku Cinta.
Selamatkan aku dari bencana!”

Farida. Farida.
Kemarilah. Kemari..
Pegang erat tanganku ini.
Berjuang jangan sendiri.
Ini New York, belum mengerti?


Yuno Baswir
Washington DC  7 Oktober 2004
=================================*******

Ramadhan Pohan menulis di Jawa Pos(2004):


Ketika "Skandal Farida" Gegerkan Masyarakat Indonesia di New York 


Ditipu Pacar, tapi Beber Nama Pelanggan Intim

Ini ujian berat bagi perwakilan RI di New York. Seorang perempuan
mengaku berhubungan intim dengan 41 orang, termasuk para
diplomatnya. Bisakah pengakuan fantastis itu dipercaya?

Ramadan Pohan, Washington DC 
DI 5 East 68th Street, New York, Negara Bagian New York, Amerika
Serikat. Di situ berdiri bangunan bertingkat; terkesan tua, namun
prestisius. Itulah gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di
New York City -biasa disingkat KJRI-NY. 

Kini gedung itu terus menjadi gunjingan dan kabar-kabur di kalangan
warga Indonesia domisili New York. Dari kota berjuluk the Big Apple
tersebut, berita menyebar ke pelbagai penjuru AS, termasuk ibu kotanya,
Washington DC. Juga menyebar ke tanah air. 

KBRI Watch -kelompok yang mengawasi kinerja aparat pemerintah dan negara
kita di AS- yang pertama meledakkannya ke publik. KBRI
minta klarifikasi ke KJRI, KBRI, Deplu, hingga menembuskannya ke DPR RI
dan media massa di tanah air.

Wuuuuus. Kini berita soal Farida bertiup kencang dan bakal lebih kencang
lagi, tampaknya. Ada yang menyebutnya KJRI-gate,
diplomat-gate, Farida-gate, Ida-gate, dan macam-macam lagi. Pokoknya
tergantung pada sisi mana dan siapa yang mengatakannya. 

Bagaimana muasal ceritanya? Adalah seorang warga Indonesia asal Bima,
Sumbawa, bernama Farida Abdullah, yang membeber cerita
menggemparkan ini. Dia blak-blakan merinci transaksi seksualnya dengan
41 pria yang mayoritas warga Indonesia. Persisnya, menurut
pengakuan perempuan 24 tahun itu, melibatkan 32 orang anggota masyarakat
Indonesia, lima orang staf lokal KJRI, dan empat orang
home staff dan diplomat KJRI New York, termasuk kepala perwakilan atau
konsul jenderal (Konjen). 

Dari praktik melakoni "transaksi seksual" selama setahun terakhir itu,
masih menurut pengakuan Ida, terkumpul uang USD 200.000 (atau
Rp 1.834.600.000 dengan konversi nilai tukar Rp 9.173 per dolar AS).
Uang yang dikumpulkan pacar Farida itu kini tak jelas setelah
digelapkan tiga pria yang mengageni Ida ke para hidung belang tersebut. 

Ida tak dapat bagian apa-apa, lebih-lebih pernikahan yang dijanjikan
pacarnya, James Stover, tak kunjung tiba. Jim, panggilan sang pacar
itu, menurut pengakuan Ida, merupakan pacar sekaligus bendahara yang
mengelola "bisnis" yang jelas tidak legal di New York tersebut.

Kepada koran ini, Ida pun curhat. "Bantulah saya ini, Pak. Saya ini
orang kecil," katanya, dengan suara agak terbata.

Apa yang Anda inginkan sebenarnya?
"Tujuan saya adalah membongkar kasus yang menimpa saya ini dengan
pejabat-pejabat itu. Saya akan terus berjuang sampai tuntas,"
ujarnya, kali ini dengan nada geram.

Yang patut mendapat perhatian, Ida mengakui bahwa transaksi seksual ini
diangkat bukan karena para pejabat atau warga tidak
membayar. Para ?konsumen? itu sudah membayar semua. Menurut penuturan
Ida, bayaran yang didapat bervariasi, bergantung jabatan 
an posisi para pria itu. Kalau Konjen, Ida mengaku dibayar USD 500
sekali. Kalau pejabat diplomat atau home staff, bayarannya USD
300. Sedangkan untuk yang paling bawah, local staf, tarif pelayanan Ida
USD 200.

"Jadi, itu tergantunglah, Pak. Mereka ada yang hanya sekali berhubungan
intim sama saya. Tapi, ada juga yang berkali-kali (Ida menyebut
nama seorang diplomat)," jelasnya.

Jika sudah dibayar, lantas ada masalah apa lagi? 
"Saya ingin mengungkapkan semuanya," katanya. 
Lalu, mengapa dia menyeret lagi mantan pelanggannya itu?

"Saya sudah tertipu. Dulu saya mengadu ke KJRI, tidak ada yang
menanggapi," tandasnya. 

Masalah Ida tampaknya kompleks sekali. Pasalnya, sebelum skandal Farida
terbongkar, perempuan yang aksen Sumbawanya masih
kental ini sudah berkali-kali tersandung masalah. Ada saja problem yang
menimpa TKW ini dengan majikannya. Sampai yang terakhir
muncul, tidak dengan majikan, melainkan soal transaksi seksual yang
melibatkan para pejabat Konsulat.

Itu pengakuan Ida. Bagaimana 41 pria yang masuk dalam daftar ?pemakai
Ida?? KJRI pun mengeluarkan bantahan tegas. Mereka
menyebut banyak kejanggalan dari pengakuan Ida. KJRI menganggap ada
aktor intelektual atau dalang di balik skandal Farida ini. Tetapi,
KJRI tidak menyebut nama. 

Dari sumber masyarakat kepada koran ini, yang dimaksud itu adalah Chris
Karto. Pemilik nama ini adalah majikan Ida yang 10 tahun
terakhir bekerja untuk KJRI. Setelah skandal Farida terungkap, Chris
tidak pernah berhubungan dengan KJRI lagi.

Kepala Bidang Penerangan KJRI-NY Iwanshah Wibisono menampik keras
tuduhan Ida. Yang repot, nama Iwan, sapaan diplomat muda
ini, ikut diseret-seret. Bahkan, nama Iwan masuk dalam daftar 41 pria
yang menggauli Farida.

"Saya tidak kenal Ida dan tidak pernah bertemu dia. Lalu bagaimana
mungkin saya berzina dengannya?" kata Iwan sembari
geleng-geleng kepala.

Iwan pribadi mengaku kasihan kepada Ida dan menganggap perempuan tamatan
SD ini hanya diperalat orang lain. Iwan menambahkan,
pihaknya sudah berkali-kali meminta Farida memberi klarifikasi ke KJRI.
Termasuk mengonfrontasi Ida dengan para pria yang
disebut-sebut berhubungan kelamin dengannya. Tapi, kata Iwan, semua
ditampik Ida lewat bujukan orang-orang lain.

"Kembalilah Ida ke rumah Indonesia, KJRI. Ini kan rumah kita orang
Indonesia," kata Iwan, Selasa malam waktu setempat.

Iwan pun melafalkan kata "demi Allah" dan menyatakan kasihan kepada Ida.
"Ida adalah rakyat kecil yang jelas harus dilindungi," katanya.

Namun, Ida belum mau datang ke KJRI. Dia memilih bertahan di rumah
majikan sekaligus pelindungnya, Chris Karto. (Bersambung)
=====================================***

KALATIDA!
ZAMAN GILA!


Yuno Baswir
Washington DC USA
9:38 pagi, Senin
11 Februari 2008
Gebrakan Seni Kalatida(GSK)

photo by: Alam Burhanan
baca juga:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0410/07/int7.htm
Yang Terlibat Kasus Farida Bisa Dideportasi
WASHINGTON - Perkembangan kasus Farida Abdullah (FA), seorang TKW asal NTB yang bekerja di New York, semakin ramai dibicarakan tidak hanya di New York dan Washington, tetapi juga di hampir semua media Indonesia.
Kali ini Suara Merdeka mencoba mengupas kasus tersebut - dugaan praktek prostitusi antara Farida dan sejumlah pejabat KJRI New York - dari sisi hukum.
Korespoden di Washington, Hendro Yudhiyono, Rabu kemarin melakukan wawancara dengan seorang pengacara imigrasi asal Indonesia, Lia Suntoso Esq, yang tinggal di Nashville, Negara Bagian Tennessee.
Menurut Lia perkembangan kasus itu cukup menarik, karena para pelaku yang diduga terlibat adalah orang-orang Indonesia. Farida disebut-sebut sebagai TKI illegal.
Dia disangka berpraktek sebagai PSK, dan 41 ''pelanggan'' yang ada dalam daftar terdiri atas sejumlah diplomat RI dan masyarakat biasa yang tinggal dan berdomisili di New York.
Dihubungi melalui telepon di kantornya, Rose Immigration Law Office, Lia mengatakan pengakuan tertulis Farida yang berwajah cantik itu melalui surat terbuka, berimplikasi luas pada hukum negara bagian AS maupun Konvensi Wina.
Menurutnya, di seluruh AS praktek prostitusi merupakan perbuatan kriminal dan melanggar hukum, kecuali di Clark County, Nevada.
''Jadi, pengakuan FA ke masyarakat dan upayanya melaporkan para diplomat KJRI New York ke pihak berwajib setempat, tidaklah tepat. Sebab, perbuatan prostitusi yang dilakukannya sendiri melanggar hukum,'' kata Lia.
Bisa Kena Hukum
Farida sebagai ''penjual jasa prostitusi'', dan para pejabat KJRI New York yang diduga sebagai ''pembeli jasa'', sama-sama telah melakukan tindak pidana berat (aggravated felony) dan dapat dijerat oleh hukum negara bagian, dalam hal ini Negara Bagian New York.
Di sisi lain, karena para pelanggar hukum itu bukan warga AS, mereka akan dijerat lagi oleh hukum imigrasi, yang ujung-ujungnya adalah deportasi atau pengusiran.
Sehubungan dengan dugaan keterlibatan para pejabat KJRI New York dalam transaksi seksual dengan Farida, Lia Suntoso mengatakan mereka bisa dijerat oleh hukum negara bagian. Imunitas mereka selaku diplomat hanya terbatas pada ''official act''.
Lia menjelaskan, ada dua tingkat imunitas yang dimiliki diplomat berdasarkan Konvensi Wina, yaitu diplomatic relation dan consular relation.
Para pejabat yang ditugaskan di kedutaan besar memiliki diplomatic relation, sementara yang ditugaskan di konsulat, seperti di KJRI New York, imunitas para diplomatnya terbatas pada ''official act'' atau terbatas pada consular relation. Jadi, mereka bisa terkena hukuman.
''Biasanya kalau ada masalah seperti itu, diplomatnya langsung ditarik pulang, supaya tidak malu-maluin,'' kata Lia, alumnus Sekolah Hukum Suffolk University di Boston.
Oleh karena itu, dia berpendapat tidaklah muluk-muluk jika lembaga pengawas Kedutaan KBRI Watch di Washington meminta Menlu Hassan Wirajuda menarik pulang para diplomat RI yang terbukti terlibat dalam kasus Farida. (30)
----------
RALAT
Aline terakhir berita kasus Farida - seorang TKI di AS yang disangka terlibat skandal seks dengan sejumlah diplomat KJRI New York - seperti termuat di Suara Merdekaedisi Kamis (7/9) lalu, disanggah oleh nara sumbernya, Lia Suntoso Esq. Alinea tersebut, ''Oleh karena itu, dia berpendapat tidaklah muluk-muluk jika lembaga pengawas... dst, dst,'' ternyata bukan ucapan Lia. Untuk kesalahan tersebut, kami mohon maaf kepada Lia. (redaksi-30). (Suara Merdeka, Kamis, 07 Oktober 2004)




No comments:

Post a Comment